Selasa, 12 Februari 2008

Penulisan Tanda-tanda dan Harakat dalam Al-Quran

Ketika dikodifikasi pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakr r.a, al-Quran ditulis dengan memakai khat kufi, khat yang sedang masyhur saat itu. Tulisan pertama Al- Quran masih polosan tanpa ada tanda harakat ataupun titik.

Ketika Islam tersebar ke segenap penjuru Arab, timbullah kekeliruan-kekeliruan dalam membaca al- Quran. Hal ini karena beragamnya dialek yang dimiliki masing-masing qabilah. Akhirnya pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan (40-60 H), Abu al-Aswad al-Du’ali memprakarsai pemberian tanda-tanda harakat untuk al-Quran. Tapi tanda harakat tersebut tidak sama dengan harakat yang kita kenal saat ini. Pada masa itu harakat fathah ditandai dengan titik berwarna merah yang diletakkan di atas hurufnya. Dlammah ditulis dengan titik yang ada di depan hurufnya, kasrah ditulis dengan titik yang terletak di bawah dan tasydid dilambangkan dengan titik dua di atas huruf.

Sekitar tahun 65-86 H, Khalifah Abdul Malik bin Marwan atas saran Hajjaj bin Yusuf mulai memberi tanda titik pada huruf-huruf al- Quran. Ia menugaskan Yahya bin Ya’mar dan Nashar bin Ashim yang merupakan murid Dari Abu al-Aswad al-Du’ali.

Tanda-tanda yang sudah ada dirasa kurang cukup. Masih seringkali terjadi kekeliruan dalam membaca al-Quran terutama panjang-pendeknya bacaan. Maka pada tahun 162 H, Imam Khalil bin Ahmad yang tinggal di Bashrah memberi tanda yang lebih jelas. Ia memperbaharui tanda-tanda yang telah ditulis oleh Abu al-Aswad al-Du’ali. Dan hasilnya adalah seperti tanda-tanda al-Quran yang kita ketahui saat ini.

Adapun perubahan khat al-Quran terjadi pada masa al-Wasil ibnu Muqlah (272 H), seorang menteri Dinasti Abbasiyah. Dialah yang menulis al-Quran dengan berbagai macam khat, termasuk khat al-Quran yang kita pakai.

Sedangkan yang membagi al-Quran menjadi 30 juz adalah Hajjaj bin Yusuf. Ia juga memberikan tanda nishf (separuh) dan rubu’ (seperempat) dalam mushaf al-Qur’an.

Tidak ada komentar: